Katanya sih, belum ke Belitung (terutama Tanjung Pandan) kalo gak ngopi di warkop Kong Djie Simpang Siburik . Makanya saya keukeuh bela-belain harus ke warkop Kong Djie legendaris ini saat berkunjung ke Belitung. Didirikan oleh Ho Kong Djie dalam keadaan tidak memiliki banyak uang. Dia membeli beberapa kilo kopi dan gula, membuka warung kopi di daerah Buluh Tumbang, sebelum akhirnya membuka kedai baru di sudut Simpang Siburik ini tahun 1943. Tak cuma kopi, Kong Djie juga terkenal dengan coklatnya. Harga kopi dan coklat saat ini berkisar antara 10 ribu-15 ribu rupiah per gelas. Kong Djie sekarang sudah memiliki beberapa cabang di Belitung, Palembang, Jakarta, Jogja, Bandung, dan Batam.
Saat ini pengelolaan warkop Kong Djie dipegang oleh putera Ho Kong Djie, Ishak Holidi. Saat saya menanyakan apakah putra-putrinya berminat meneruskan usaha kopi ini kelak, Pak Ishak (yang memiliki seorang putri) menatap ke jalan yang ramai dengan sedikit guratan kesedihan, lalu menggeleng pelan. Saya jadi ikut sedih 🙁
Di hari-hari biasa (bukan hari libur) mereka yang menyeruput kopi sambil bersantai di Kong Djie Simpang Siburik adalah pelanggan-pelanggan lokal yang setia. Warga Belitung memiliki kebiasaan menggunakan kedai kopi untuk bersantai dan berdiskusi berbagai macam hal.
Menariknya, para pelanggan lokal ini memilih untuk tidak datang di hari libur, agar para wisatawan mempunyai kesempatan menikmati segelas kopi, kopi susu, atau coklat di sini. Kapasitas Kong Djie Simpang Siburik yang tidak terlalu besar (mungkin muat 20-30 orang kalau penuh banget), buat saya justru asik. Jadi lebih akrab sesama pengunjung dan tidak terlalu bising.
Buat yang berminat membuka cabang warkop Kong Djie di tempatmu, persyaratannya tidak terlalu sulit:• membayar biaya franchise mulai dari 30 juta untuk seumur hidup,• mengirim tukang karau (barista) untuk berlatih membuat kopi di Kong Djie Simpang Siburik ini selama minimal 2 minggu,• membeli stok kopi langsung dari warkop Kong Djie Simpang Siburik,•lokasi tidak berdekatan dengan cabang Kong Djie lainnya, dan•pemilik juga ikut serta dalam pelatihan pembuatan kopi di sini.
Kata Pak Ishak, franchise-ing warkop Kong Djie ini belum terlalu beliau jalankan secara serius. Karena baginya konsep warkop Kong Djie adalah warung kopi biasa, bukan warung kopi ala bule yang mewah dan pakai sistem tertentu.
Dalam sehari warkop Kong Djie Simpang Siburik bisa menghabiskan hampir 10 kilo kopi, dengan perhitungan setiap 600 gram bisa menghasilkan 17-20 gelas kopi. Jadi per hari bisa terjual 200-300 gelas kopi! Cara membuat kopinya unik, pakai teknik saringan kopi yang berasal dari para perantau Cina daratan yang datang ke Belitung tempo dulu. Kopinya sendiri masih “impor” dari Lampung (robusta) dan Jawa (arabica), karena Belitung belum memiliki kopi sendiri. Kedua jenis kopi tersebut kemudian dicampur dengan takaran tertentu yang menghasilkan cita rasa kopi khas Kong Djie.
Jangan lupa mampir ke warkop Kong Djie Simpang Siburik saat ke Belitung ya. Menikmati es kopi susu bersama pisang goreng renyah, sambil bercengkrama bersama pengunjung lain. Menurut Pak Ishak, bangunan warkop Kong Djie Simpang Siburik sudah direncanakan untuk diperluas dengan ditingkat ke atas, bagian atas akan disediakan AC bagi yang kurang nyaman dengan cuaca panas, dan bagian bawah akan dibiarkan seperti bentuk aslinya.
Pesan dari Pak Ishak Holidi: Kalau mau sukses dalam melakukan sesuatu, walau sekadar bisnis warung kopi, jalanilah dengan serius dan penuh dedikasi. 🙂
Dedikasi dan integritas emang perlu untuk melakukan apapun.
Jadi, anaknya pak Ishak usaha apa?
Jadi orang kantoran kalo gak salah. Gue terlalu fokus di pisang goreng saat itu. Dedikasi, ya knaw.
Semoga ada penerusnya ya, entah keluarga atau tidak ndak penting.
Ena kopinya?
Dih.. gak ngajak-ngajak
Jadi penasaran pengen nyobain. Semoga warkop ini tetap ada teruuuus~
aamiiinn
Cerita Pak Ishak memotivasi ih, semoga warung kopi Kong Djie akan selalu hidup sampai cucu cicit saya kelak. *Ucap emak yg blm pernah le belitung*
Tenit bawain aku kopi dari Kong Djie?
Eh harga franchise-nya murah. Bikin aja apa?
Tehnit hebat, ngopi aja jauh bener… Ngopi di belitung, sarapan di bogor, makan siang di sinjapoohh …
eh, di bandung emang ada cabangnya?
Sayang banget anaknya pak Ishak ga mau nerusin mengurus warung kopi itu. Tahukah dia di Jakarta anak2 muda berlomba-lomba bikin warung kopi (dan berusaha mati-matian agar) laris?