sarapan istimewa di hari selasa

Sesungguhnya pagi ini saya awali dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Marah, gelisah, sedih, bingung, campur aduk jadi satu.

Kemudian terdengar suara “ting-ting-ting” khas tukang bubur ayam langganan yang lewat depan rumah setiap pagi dan sore.

Saya pikir, “ah sarapan lah. Mungkin semua kegalauan ini efek belum makan”. Maka belilah saya setengah porsi bubur, ekstra kerupuk, ekstra kecap asin, dan tanpa kacang.

Di saat menunggu bubur selesai dibikin, lewatlah tukang doclang (kupat tahu khas Bogor) yang juga biasa lewat di jam yang sama. Mang doclang terpaksa mengantri karena jalan di depan rumah saya berupa gang sempit yang buat satu motor pun mepet banget, apalagi buat dua gerobak.

Sambil membawa masuk ke dalam rumah semangkuk bubur yang sudah siap santap, saya berpikir (lebih tepatnya berprasangka sih), “wah apakah mang doclang berpikir kalau dia lewat 2 menit lebih cepat pasti saya belinya doclang, bukan bubur”.

Namun ketika saya kembali ke halaman untuk menggembok pintu pagar, saya melihat mang doclang sedang melayani seorang pembeli.

Ternyata, memang, setiap rejeki ada jatahnya. Jatah mang doclang bukan di saya, tapi di pembeli lain. Jatah mang buburlah pagi ini yang ada di saya.

Pagi ini sayapun menikmati bubur ayam sembari melanjutkan menonton ulang serial The Newsroom, sambil bersyukur. Alhamdulillah saya masih bisa jajan bubur ayam hangat dan enak sampai kenyang. Alhamdulillah saya bisa menjadi jalan rejeki mang bubur. Alhamdulillah mang doclang juga dapat rejeki.

Dan alhamdulillah saya masih punya sedikit kemampuan untuk menyadari hal ini. Menyadari bahwa Tuhan baik. Bahwa Semesta baik 🙂

Selamat hari Selasa!

Gambar bubur: akun Instagram Bubur Ayam Kampus

Gambar doclang: akun Instagram Miainstagramia